..

Asyiknya Belajar Hikayat Melalui Pentigraf Dan Parodi

13 komentar



Halo Sahabat Maya semuanya? Apa kabar? Semoga baik-baik semuanya ya. Nah kali ini saya memberikan informasi untuk para guru Bahasa Indonesia atau kalian-kalian yang ingin tahu bahwa belajar hikayat itu asyik loh. Nah untuk guru mungkin tulisan ini dapat membantu teman-teman guru ketika mengajar di kelas. 

Biasanya, materi hikayat diubah kedalam bentuk cerpen, tetapi saya mencoba untuk membuatnya jauh lebih menarik yaitu dalam bentuk Pentigraf. Siswa akan jauh lebih tertarik ketika kita meminta tugas mereka dalam bentuk pentigraf, dan hasilnya nanti dapat dijadikan buku Antologi pentigraf lho Bapak/Ibu. Ini merupakan salah satu hasil proyek siswa kita dalam menjalankan kurikulum prototipe.

Disini saya juga mengulas bagaimana mengawali pembelajaran sebelum menyampaikan materi, apa itu? dan bagaimana caranya? cekidotttt...

Pertama kita awali untuk bermain ya Bapak/Ibu. Setelah memberikan salam, berdoa dan mengabsensi siswa kita bisa mulai dengan cara seperti ini.

siapkan bahan untuk bermain. saya menyiapkan gambar teka-teki kuda, anak dibagi dalam 4-5 kelompok sesuai jumlah siswa, kemudian berikan teka-teki ini pada mereka untuk mengawali pelajaran menyenangkan dan mengasah daya ingat mereka.

contoh :


 untuk lebih jelasnya silahkan simak videonya di
https://youtu.be/LRAa2RVhgJs 


 salah satu kelompok yang berhasil menyelesaikan dengan cepat.

Setelah bermain, baru kita mulai materinya.

Pengertian Hikayat

Hikayat adalah cerita lama atau cerita pada zaman dahulu yang dikembangkan dikalangan kerajaan dengan berbagai kehebatan dan kesaktian, dan pada umumnya penyebaran cerita melalui tutur kata atau lisan.

Hikayat berasal dari bahasa Arab, yaitu “haka” artinya “bercerita atau menceritakan”. Hikayat hampir sama dengan cerita sejarah yang isinya mengenai hal – hal yang tidak masuk akal dan dipenuhi dengan keajaiban. Hikayat mulai berkembang pada masa Melayu klasik, sehingga kata-kata yang terdapat pada hikayat itu mengandung bahasa Melayu klasik yang susah untuk bisa dimengeti.

Fungsi Hikayat

Biasanya hikayat mempunyai fungsi sebagai pembangkit semangat, penghibur maupun pelipur lara, atau hanya untuk meramaikan suatu acara atau pesta saja.

Ciri – Ciri Hikayat

Salah satu bentuk sastra prosa yang dikenal dengan Hikayat ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

1. Anonim

    Anonim artinya ialah pengarang dari hikayat biasanya tidak dikenal.

2. Istana Sentris

    Berisi cerita yang menggambarkan kehidupan di Istana kerajaan, raja-raja, maupun di lingkungan    istana.

3. Bersifat Statis

    Statis berarti tetap, maksudnya adalah bahwa cerita tersebut tidak berubah-ubah.

4. Bersifat Komunal

    Bersifat komunal artinya ialah menjadi milik masyarakat.

5. Menggunakan Bahasa Klise

    Dalam hal ini menggunakan bahasa yang diulang – ulang.

6. Bersifat Tradisional

    Hikayat bersifat tradisional maupun meneruskan budaya, tradisi, kebiasaan yang dianggap baik.

7. Bersifat Didaktis

    Didaktis maksudnya adalah mendidik secara moral atau berkaitan dengan keagamaan (religi)

8. Menceritakan Kisah Universal Manusia

    Hikayat menceritakan kisah secara universal seperti peperangan antara yang baik

    dengan yang buruk, dimana nantinya dimenangkan oleh yang baik.

9. Magis

    Cerita hikayat biasanya bersifat magis, dimana pengarang akan membawa pembaca ke dunia khayal     imajinasi yang serba indah.

Unsur Hikayat

Hikayat harus memiliki beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain. unsur-unsur itu adalah:

1. Tema

    Tema ialah suatu ide atau gagasan yang mendasari sebuah cerita

2. Latar

    Latar merupakan tempat, waktu, serta suasana yang digambarkan dalam sebuah cerita hikayat

3. Alur

    Alur adalah jalan cerita yang terjadi dalam sebuah peristiwa. Apakah alur tersebut bersifat maju.            Mundur, atau penggabungan dari keduanya.

4. Amanat

    Amanat atau biasa disebut pesan adalah hal-hal yang disampaikan pengarang terkait cerita yang            disampaikan.

5. Tokoh

    Tokoh adalah pelakon dari sebuah cerita, baik itu tokoh utama ataupun tokoh pendampng. Terkait         masalah tokoh, penokohan adalah watak atau karakter dari tokoh atau pelakon.

6. Sudut pandang

    Sudut pandang merupakan pusat pengisahan darimana suatu cerita dikisahkan oleh si pencerita            tersebut.

7. Gaya bahasa

    Gaya bahasa berhubungan dengan bagaimana si penulis menyajikan suatu cerita dengan                    menggunakan bahasa dan unsur – unsur keindahan lainnya.

Jenis – Jenis Hikayat

Hikayat terbagi pada beberapa jenis, baik dari isinya atau pun dari asal daerahnya tersebut.

Jenis Hikayat Berdasarkan Isinya

Berdasarkan Isinya hikayat terbagi ke dalam beberapa jenis, ialah sebagai berikut: Cerita Rakyat Epos India

Cerita dari Jawa

Cerita-cerita Islam

Sejarah dan Biografi

Cerita berbingkai

Jenis Hikayat Berdasarkan Asalnya

Berdasarkan asalnya hikayat terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Hikayat Melayu Asli

Hikayat Hang Tuah (bercampur unsur islam)

Hikayat Si Miskin (bercampur unsur islam)

Hikayat Indera Bangsawan

Hikayat Malim Deman

Jenis Hikayat Berdasarkan Pengaruh Jawa

Berdasarkan pengaruh Jawa hikayat terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Hikayat Panji Semirang

Hikayat Cekel Weneng Pati

Hikayat Indera Jaya (dari cerita Anglingdarma)

Jenis Hikayat Berdasarkan Pengaruh Hindu / India

Berdasarkan pengaruh Hindu/India hikayat terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Hikayat Sri Rama (dari cerita Ramayana)

Hikayat Perang Pandhawa (dari cerita Mahabarata)

Hikayat Sang Boma (dari cerita Mahabarata)

Hikayat Bayan Budiman

Jenis Hikayat Berdasarkan Pengaruh Arab–Persia


Berdasarkan pengaruh Arab-Persia hikayat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:

Hikayat Amir Hamzah (Pahlawan Islam)

Hikayat Bachtiar

Hikayat Seribu Satu Malam


Struktur Hikayat

1. Abstraksi

Adalah suatu ringkasan ataupun inti dari cerita, dimana akan dikembangkan menjadi rangkaian–rangkaian peristiwa maupun gambaran awal pada cerita. Abstrak bersifat opsional artinya teks hikayat boleh tidak memakai abstrak ini.

2. Orientasi

Orientasi merupakan bagian teks yang berkaitan dengan waktu, suasana, ataupun tempat yang berkaitan dengan hikayat tersebut.

3. Komplikasi

Komplikasi biasanya berisikan urutan kejadian–kejadian yang dihubungkan secara sebab-akibat. Pada bagian ini kita bisa menemukan karakter maupun watak tokoh cerita sebab kerumitan mulai bermunculan.

4. Evaluasi

Konflik yang terjadi mengarah pada klimaks serta penyelesaiannya atas konflik tersebut.

5. Resolusi

Di bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi terhadap permasalahan yang telah dialami tokoh atau pelaku.

6. Koda

Koda merupakan nilai maupun pelajaran yang bisa diambil dari suatu teks cerita oleh pembacanya.

Nilai – Nilai yang Terkandung dalam Hikayat

Nilai Agama

Nilai Sosial

Nilai Budaya

Nilai Moral

Nilai Edukasi




Hakikat Pentigraf

Pentigraf memiliki tiga kata kunci penting yaitu: cerpen, tiga, dan paragraf. Tiga kata kunci tersebut merupakan spirit dan sekaligus karakter dari pentigraf. Karya sastra ini kali pertama digagas dan dikembangkan oleh sastrawan dari Unesa, Dr. Tengsoe Tjahjono. Beliau mulai memperkenalkan pentigraf ini sejak 1980-an di media lokal Suara Indonesia Malang. Menurut pandangan beliau cerpen tiga paragraf sangat relevan dihadirkan dalam dunia serba cepat, serba ringkas, dan serba efektif.

Pentigraf tergolong flash fiction. Karena pendek, pentigraf akan berfokus pada satu alur, satu tokoh sentral dengan beberapa tokoh penunjang, dan satu tema sentral, berbeda dengan novel yang dapat mengembangkan beberapa plot dengan subtema, melalui banyak tokoh yang menonjol.

Pentigraf hanya terdiri atas tiga paragraf. Pentigrafis harus memanfaatkan ruang tiga paragraf itu secara efektif, hanya berisi satu ide pokok, tidak kurang atau lebih. Jadi, jika pentigraf itu hanya memiliki ruang tiga paragraf, maka hanya terdapat tiga ide pokok. Hal ini tentu tidak mudah, terlebih bagi penulis yang terbiasa atau suka menulis panjang-panjang.

Para pentigrafis harus membayangkan ide paragraf pertama itu apa, ide paragraf kedua harus bagaimana, dan ide paragraf ketiga akan seperti apa. Khusus untuk paragraf ketiga seorang pentigrafis harus mampu menciptakan ketakterdugaan. Ketakterdugaan itu yang akan melahirkan efek rasa tertentu dalam diri pembaca. Baik rasa kecewa, marah, atau terkejut saat akhir cerita itu tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan.

Dalam perjalanan waktu bentuk pentigraf semakin sempurna sampai memiliki konstruksi teksnya dengan ciri-ciri tertentu.

Secara umum ciri-ciri pentigraf sebagai berikut:

1. Terdiri atas hanya 3 paragraf.

2. Format paragraf harus sesuai dengan konsep paragraf yang ideal yaitu hanya berisi satu ide pokok.

3. Panjang pentigraf sekitar 210 kata

4. Berfokus hanya pada persoalan sang tokoh.

5. Elemen narasi yang terdiri atas tokoh, alur, dan latar harus berkelindan secara kompak mendukung        tema.

6. Terdapat kejutan atau ketakterdugaan pada peragraf ketiga.

7. Hanya boleh terdapat satu kalimat langsung dalam setiap paragraf.

Formula Pentigraf

Bentuk Pentigraf

Tidak ada bentuk baku cerpen tiga paragraf. Yang terpenting cerpen itu terdiri atas tiga paragraf dan memenuhi elemen-elemen narasi yang terdiri atas tokoh, alur, dan latar. Elemen-elemen tersebut tidak hadir satu per satu, namun harus mampu berkelindan mewujudkan tema yang dimaksudkan penulis.

Tema Pentigraf

Pentigraf merupakan cerpen yang pendek. Karena itu, tema yang diangkat bukanlah tema-tema besar. Hal atau peristiwa yang ditulis bisa jadi merupakan lintasan-lintasan peristiwa keseharian yang biasa menjadi luar biasa karena kita mampu mengangkat tema yang menarik. Dalam cerpen 3 paragraf yang terpenting bukan pada keluasan tema, namun justru pada pesan atau nilai hidup yang disampaikan kepada pembaca.

Sebagai karya sastra, pentigraf tentu saja mengangkat kehidupan manusia dan segala persoalan yang dihadapinya. Manusia yang multidimensional ini memiliki aneka persoalan yang pelik dan rumit juga. Itulah yang ditulis oleh para penulis pentigraf ini.

Tokoh dalam Pentigraf

Tokoh merupakan motor penggerak alur. Tanpa kehadiran tokoh, alur tidak mungkin ada atau tidak mungkin di kembangkan. Tokoh merupakan subjek sebagai sumber terciptanya konflik. Konflik-konflik itulah yang menjadi bagian penting dari alur sebuah karya.

Pentigrafis harus pandai memilih tokoh yang sungguh-sungguh kuat sebagai penggerak alur tersebut. Dalam hal ini pentigrafis harus jitu dalam menyeleksi tokoh seperti apa yang akan dimunculkan dalam pentigrafnya.

Ciptakanlah tokoh dengan problem psikologis dan sosial yang kompleks; tokoh yang kelewat bodoh, kelewat pintar, kelewat kaya, kelewat lugu, dan sebagainya, sehingga nantinya akan berhasil melahirkan karya pentigraf yang baik dan menarik.

Tokoh lain dalam pentigraf

Pada umumnya tokoh dalam cerita ialah manusia. Cerita merupakan peristiwa atau pengalaman hidup yang dijumpai oleh manusia. Namun, dalam karya fiksi, termasuk pentigraf, tokoh tidak harus berupa manusia. Karya fiksi tidak selalu mengangkat dunia manusia.

Dunia tumbuhan, hewan, atau benda-benda alam dapat diangkat ke dalam cerita. Tokohnya pun dapat berupa kucing, batu, manga, gunung, dan lain-lain. hal itu sangat bergantng kepada kecermatan penulis membaca dunia mereka.

Konflik dalam Pentigraf


Alur sebenarnya merupakan rangkaian konflik. Konflik itu merupakan bagian penting dar sebuah alur atau cerita.. tidak ada cerita tanpa konflik. Konflik seperti apa yang bisa dikembangkan menjadi pentigraf?

Bentuk dan keadaan relasi antartokoh dalam pentigraf memungkinkan terjadinya konflik. Mengapa demikian? Sebab masing-masing tokoh pada dasarnya merupakan pribadi yang saling berbeda. Keberbedaan itulah yang dapat dikembangkan menjadi konflik dalam cerita.

Konflik dalam cerita dapat berupa konflik:

1) Manusia dengan dirinya sendiri (konflik diri, konflik psikologis),

2) Konflik manusia dengan manusia lain (konflik soisal, konflik politik, dan sebagainya,

3) Konflik manusia dengan alam dan budaya (konflik alam, konflik budaya, konflik adaptasi, konflik,         dan sebagainya, dan

4) Konflik manusia dengan Tuhan (konflik iman, konflik religiusitas).

Latar dalam Pentigraf


Latar merupakan gambaran mengenai tempat, waktu, dan keadaan terjadinya sebuah peristiwa dalam pentigraf. Sebenarnya latar memiliki dua fungsi, yaitu: lukisan fisik dan gambaran psikologis tokoh. Artinya, latar bukan hanya melukiskan keadaan fisik (misalnya di tepi laut, tengah malam, hujan deras, dan sebagainya), namun gambaran fisik itu harus sesuai dengan keadaan atau suasana batin sang tokoh.

Belantara Pentigraf

Mengapa Pentigraf?

Pilihan cerpen tiga paragraf tentu bukan tanpa alasan. Alasan pertama, dengan tiga paragraf penulis akan mampu memaksimalkan kehadiran elemen-elemen cerpen. Alasan kedua, penulis bisa mengatur laju alur dengan leluasa: eksposisi-konflik-resolusi, atau resolusi-konflik-konflik, atau konflik-eksposisi-konflik, dan lain-lain. alasan ketiga, penulis bisa menawarkan pesan moral dengan cepat, tepat dan mudah diterima pembaca.

Paragraf dalam Pentigraf


Pentigraf adalah cerpen tiga paragraf. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang benar mengenai paragraf. Paragraf merupakan kesatuan gagasan yang dibangun oleh satu atau beberapa kalimat. Setiap paragraf hanya berisi atau mengandung satu gagasan utama atau satu ide pokok.

Pada umumnya ide pokok itu dituangkan dalam sebuah kalimat topik. Jadi, kalimat topik merupakan kalimat dalam paragraf yang mengandung ide pokok paragraf. Posisi kalimat topik itu bisa di awal atau di akhir paragraf.

Kalimat topik tersebut masih sangat umum, luas, dan kadag-kadang sangat abstrak. Untuk memperjelas kalimat topik perlu dihadirkan kalimat-kalimat lain yang menjelaskan atau mendukung kalimat topic tersebut. Jadi dalam setiap paragraf selalu ditemukan kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Kecuali, jika paragraf itu hanya terdiri dari atas satu kalimat saja.

Panjang Pentigraf

Berapa banyak kalimat dalam setiap paragraf? Pertanyaan semacam ini sering muncul. Sebenarnya panjang pendek paragraf tidak ditentukan oleh sedikit-banyaknya kalimat. Panjang paragraf sesungguhnya sangat bergantung pada ketuntasan gagasan yang disampaikan.

Hanya saja jika paragraf terlalu panjang akan berakibat pada kaburnya ide pokok. Ide pokok itu tidak bisa dilacak dan ditangkap oleh pembaca. Bahkan, seringkali terjadi yang sesungguhnya dua ide pokok dijadikan hanya dalam satu paragraf. Tentu hal itu bukanlah paragraf yang baik.

Paragraf yang baik adalah paragraf yang hanya mengandung satu ide pokok, kohesif dan koherensif. Karena itu penulis harus benar-benar cermat dalam menyusun paragraf demi terciptanya pentigraf yang sungguh padat.

Dialog dalam Pentigraf

Dialog atau percakapan dalam dalam cerita pendek maupun novel merupakan hal yang lazim. Tetapi, dalam pentigraf hal itu tidak dapat dilakukan karena keterbatasan ruang.

Oleh karena itu, dalam paragraf hanya di mungkinkan satu kalimat langsung. Seandainya dalam paragraf itu terdapat dialog, dengan kata lain ada banyak kalimat langsung, maka kalimat langsung tersebut harus diubah menjadi deskripsi atau narasi.

Ketakterdugaan dalam Pentigraf

Pentigraf diharapkan memiliki kejutan atau ketakterdugaan pada paragraf ketiga. Ketakterdugaan tersebut merupakan daya tarik dari sebuah pentigraf. Untuk itu, penulis harus sangat efektif memakai ruang ekspresi serba terbatas agar para pembaca terpaku dan terpukau.

Bagaimana membuat kejutan dalam pentigraf? Nah, ini sebenarnya harus disiapkan sejak awal, baik pada pada saat menciptakan tokoh, pengaluran, dan pelataran. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal-hal tersebut sebagai berikut:

1. Ciptakan protagonis yang salah. Misalnya menciptakn tokoh utama yang sejak awal terkesan sebagai sosok protagonis, namun pada akhirnya tokoh itu bertindak jauh bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan.

2. Arahkan pembaca ke arah yang salah. Bawalah pembaca ke arah yang salah sejak paragraf pertama, hingga akhirnya pada paragraf terakhir pembaca akan dikejutkan oleh hal-hal yang sangat berbeda dari sebelumnya.

3. Ciptakan efek dranatis pada paragraf terakhir. Efek dranatis itu dapat berupa tragedy, komedi, atau tragedy-komedi.

4. Ciptakan narator yang tidak dapat dipercaya. Narator bisa saja menyesatkan pembaca. Apa yang dibayangkan pembaca tentang sosok sang tokoh ternyata jauh berbeda dengan pemikiran narrator. Narator juga bisa membangkitkan rasa emosi dan kecewa para pembacanya.

5. Ciptakan kejadian yang tidak terduga. Kejadian tersebut mampu memutarbalikkan keadaan yang dialami tokoh, kea rah yang baik atau justru yang buruk.

6. Ciptakan alur yang tidak selalu linear. Artinya, rangkaian alur dapat dimulai dari konflik dahulu yang pada akhirnya konflik yang dibayangkan pembaca justru tidak sesuai dengan horizon harapannya. Atau, konflik justru dimunculkan pada paragraf ketiga.

7. Ciptakan tokoh dengan watak yag tidak bisa diduga. Hal itu berarti tokoh tersebut tidak dapat di duga, apakah ia protagonist atau justru antagonis.

Menciptakan Judul Pentigraf


Judul merupakan daya pikat bagi pembaca. Dengan judul yang unik dan menarik diharapkan mampu membuat pembaca bertanya-tanya. Judul boleh satu kata, satu frasa, bahkan satu kalimat panjang. Misanya judul Oksigen, Alexis, Ultimatum, Kemeja, atau Poffertjes merupakan judul hanya satu kata tetapi menarik.

Judul juga dapat berupa frasa, misalnya: Desember Terakhir, Tamu Tak Diundang, Lelaki dengan Senyum Malaikat, Kado Merah Buat Ibu, dan lain-lain. judul-judul tersebut merupakan judul yang menarik karena mengundang pembaca bertanya, berpikir, dan bersaha mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Hindari judul yang berlebih-lebihan, maksudnya judul yang terlalu berindah-indah atau berbunga-bunga bahasa. Misalnya: Kala Hati Merana, Surya di Tepian Cakrawala, Renjana Hati Nan Sendu, dan sejenisnya merupakan judul yang justru tidak menarik karena terlalu berindah-indah. Pembaca modern lebih menyukai judul yang sederhana, terkesan lugas, namun mengundang pertanyaan dan memberikan kesan yang mendalam.

Lantas bagaimana dengan judul yang panjang? Judul panjang mampu menarik perhatian pembaca karena keunikannya, justru juga membuat pembaca malah enggan membacanya. Misalnya: Lukisan Tangan dengan Setitik Warna Merah Darah, Penari Seblang yang Tak Sadarkan Diri di Frankfurt, dan sebagainya. Akan dirasa berbeda dengan judul Sang Pengemis yang Kelaparan karena Malas Mencari Uang, Rindu yang Tak Tertahankan Akibat Rasa Bersalah selama Bertahun-tahun, dan sebagainya

Menyunting Pentigraf

Pentigraf yang buruk seringkali terjadi karena penulis malas melakukan pembacaan ulang dan melakukan penyuntingan. Penyuntingan itu meliputi: 1. Tata tulis dan ejaan, 2. Bahasa, 3. Paragraf, 4. Isi, serta 5. Bentuk.

Jika tulisan kita selesai, bukan berarti tugas kita selesai. Kita harus membaca ulang atau biasa disebut sua sunting. Sua sunting ini sangat penting agar menghasilkan tulisan yang berkualitas.

Untuk membantu penyuntingan lakukanlah langkah-langkah berikut ini:

1. Menulis pentigraf harus memperhatikan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia)? Apakah penulisan tanda baca, huruf, kata, dan unsur serapan sudah benar-benar mengacu pada PUEBI.

2. Penulisan kata sebaiknya berdasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru.

3. Dari segi bentuk, pentigraf bukan hanya sebatas alur atau rangkaian cerita saja. Keberhasilan sebuah pentigraf ditentukan oleh banyak elemen lain, yaitu: karakter yang kuat, konflik yang kuat, tema yang beragam dan mengandung nilai-nilai kemanusiaan, kejutan-kejutan, cara penuturan dan bahasa. Pentigraf bukanlah ringkasan cerpen tetapi sungguh-sungguh prosa yang pendek.

4. Pentigraf harus menonjolkan pergulatan batin, sosial, fisik, dan religius seorang tokoh sentral. Pentigraf hanya berpusat pada satu tokoh sentral, hadirnya tokoh yang tidak menunjang dan mendukung tokoh sentral boleh ditinggalkan.

5. Karena sifatnya yang padat, pentigraf memang tidak dapat dimasukkan ke dalam genre sastra popular. Karya ini tergolong karya karya eksperimental yang memerlukan tafsir saat membacanya. Jadi, kekuatan pentigraf bukan hanya pada alur, bukan hanya pada cerita.

6. Pentigraf hanya tiga paragraf. Untuk itu, harus benar-benar memperhatikan hakikat paragraf yang baik, sebab paragraf yang baik adalah paragraf yang hanya mengandung satu gagasan dalam setiap paragraf, singkat, padat, dan bernas, serta mengizinkan pembaca mengasah logika.

7. Hindari banyaknya kalimat langsung. Dalam paragraf sebaiknya hanya ada satu kalimat langsung. Jika dalam paragraf terdapat banyak kalimat langsung, pasti akan sulit menulisnya.

8. Relasi kalimat yang tidak kohesif dan koherensif membuat kalimat itu sulit ditangkap gagasannya dan tidak mudah dipahami.

9. Gunakanlah diksi yang baik, karena diksi merupakan satuan bahasa yang mengandung gagasan di dalamnya. Ketepatan diksi akan membangun ketepatan gagasan. Variasi kata atau diksi juga diperlukan demi terciptanya suasana teks yang tidak monoton.

10. Isi pentigraf harus logis ditinjau dari segala bidang kehidupan: politik, ekonomi, pendidikan, agama, soaial, kebudayaan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, seorang pentigrafis harus memiliki wawasan pengetahuan atau wawasan dunia yang memadai.

11. Pentigraf harus memperhatikan bagaimana konflik batin, konflik sosial, konflik budaya pada tokoh sentral, sebab pentigraf yang hanya mendskripsikan suatu keadaan, peristiwa, atau tokoh terasa sangat lamban, kurang greget, dan tidak menarik.

12. Hindarilah menulis dengan tergesa-gesa. Pentigraf yang ditulis dengan tergesa-gesa, tampak bahwa penulis ingin segera menyelesaikan tulisannya, terkesan hambar dan kurang pengendapan

Contoh Pentigraf  

Perempuan Berbaju Putih

Tantrini Andang

Perempuan berbaju putih itu menempelkan telunjuk ke mulutnya saat sang nyonya datang memandang tubuh kecil yang meringkuk tenang di atas ranjang. “Sudah tidur, Bu, jangan diganggu dulu.” Sang nyonya terdiam. Dalam hati ia berpikir kenapa ia yang diatur? Bukankah tubuh kecil itu miliknya?Namun ia tak berdaya.

Keesokan harinya perempuan berbaju putih itu berangkat ke pasar. Si kecil berteriak meronta-ronta ingin ikut, dan hanya perempuan berbaju putih yang sanggup menenangkannya. Sang nyonya mendesah lagi. Kenapa saat dia yang pergi, si kecil tidak meronta seperti itu?bukankah si kecil itu miliknya? Namun ia tak berdaya.

Suatu pagi, perempuan berbaju putih itu pulang kampung untuk merawat ibunya yang sakit. Si kecil pun tak henti menangis merasa kehilangan. “Jangan menangis sayang. Ibu berjanji akan bersamamu sesering mungkin, Ibu janji. “ bujuk sang Ibu sambil meredakan pedih dan cemburu di dadanya.

Mengubah Cerita Rakyat menjadi Pentigraf

Cerita rakyat atau hikayat tidak hanya dapat dikonversi ke dalam bentuk cerpen saja, tetapi juga bisa dalam bentuk pentigraf namun tetap mempertahankan isi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengubah hikayat dalam bentuk pentigraf, yaitu:

1. Pilih satu cerita rakyat yang paling disukai atau paling diingat.

2. Pilih konflik yang paling menonjol dari cerita rakyat tersebut. Sebisa mungkin, konflik tersebut adalah bagian yang paling mewakili amanat cerita rakyat. Tentukan satu konflik yang akan membangun alur cerita yang akan di tulis.

3. Kurasi tokoh-tokoh yang terlibat. Usahakan keterlibatan tokoh yang ditampilkan dalam pentigraf memiliki peran besar dalam perkembangan cerita.

4. Ubah alur cerita rakyat yang kompleks menjadi alur tunggal. Alur tunggal dapat dibangun dari konflik utama yang dipilih sebelumnya.

5. Narasikan alur tersebut, dan mulailah menulis pentigraf.

6. Pertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat.

7. Gunakan bahasa Indonesia yang efektif dan mudah dimengerti.

Contoh:

Hikayat Singkat La Beddu

La Beddu adalah seorang tokoh masyarakat yang memiliki sifat dermawan, kedermawannya terkenal sampai ke pelosok kampung. Dia tidak segan-segan membantu sesama yang membutuhkan, menyumbangkan sebagian harta miliknya akan mendatangkan rasa puas dan kebahagian tersendiri. Satu kesyukuran dapat membantu orang lain yang membutuhkan. Setiap orang yang datang meminta bantuannya, beliau tidak berfikir panjang lansung membantunya. Begitulah ketulusan dan kemurahan hati seorang La Beddu sehingga masyarakat kampung menyebutnya dengan julukan “Sang Dermawan.” Meski demikian La Beddu tidak memperlihatkan sifat sombong sehingga masyarakat begitu mencintainya.

Suatu Ketika sebuah musibah melanda negeri masyarakat kehilangan harta bendanya tak terkecuali La Beddu. Semua harta miliknya sirnah dalam sekejab, banjir bandang telah meluluh lantakkaan perkampungan desanya. Namunpun demikian La Beddu tetap bersyukur kepada Sang Pencipta karena dia dan keluarga kecilnya masih diberi kesempatan hidup. Satu hal yang tidak luntur dari sosok La Beddu adalah sifat dermawannya, meski dalam keadaan sulit tetap saja bisa bersedekah alakadarnya yang dimiliki.

Belum lagi bangkit dari derita banjir bandang yang menimpah La Beddu dan seisi kampung. Datang lagi cobaan mendera keluarga La Beddu, anak semata wayang yang dimiliki meregang nyawa akibat sakit. Sosok La Beddu begitu tegar menghadapi cobaan demi cobaan yang menimpa dirinya dan keluarganya. Namun La Bedu tetap tegar menghadapi setiap musibah. Dia yakin bahwa semua ini adalah ujian dari Sang Maha Pencipta untuk mengukur kadar keimanan seseorang. Semua ini hanyalah titipan, kapan saja jika Allah akan mengambilnya, maka kita harus ihlas meskipun hal itu amat kita cintai.



 Pengertian Metode Parodi.

Metode Parodi adalah metode pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa mengingat pelajaran. Metode ini dipadu padankan dengan seni sehingga peserta didik lebih mudah mengingat pelajaran melalui lirik lagu yang berisi informasi pelajaran. 
 
Metode ini dapat digunakan di akhir pembelajaran untuk menyimpulkan materi pembelajaran. Supaya anak-anak mengingat materi apa yang kita sampaikan pada hari ini, saya mengajak mereka untuk bernyanyi.

“Bernyanyi merupakan media belajar karena dapat memengaruhi emosi anak untuk belajar. Bernyanyi juga merupakan bentuk lain dari repetisi materi belajar sehingga membantu anak menghafal pelajaran. Bernyanyi dengan gerakan akan membuat anak lebih mendalami materi pelajaran, karena kegiatan ini melibatkan telinga, mata, dan anggota gerak tubuh. Bernyanyi menjadikan siswa pembelajar yang aktif.

Lagu yang dipilih sebaiknya bernada riang, gampang dinyanyikan, dan liriknya sederhana. Belajar akan makin seru jika ada musik pengiring baik berupa rekaman maupun memainkan alat musik.” (Marianna Magdalena, trainer belajar kreatif matematika).

Melalui lagu, peserta didik dapat merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan dengan mudah memasuki alpha zone I, keadaan gelombang otak terbaik untuk menerima pelajaran. Selain itu, dengan menyanyikan parody lagu, guru dapat mengetahui peserta didk mana yang memiliki kemampuan musikal yang baik. Hal ini berguna dalam rangka discovering ability untuk menerapkan multiple intelligences.

Satu hal penting yang harus diwaspadai dalam menerapkan metode ini adalah memastikan siswa mengetahui lagu dasar yang diparodikan.

Contoh : lagu “Awas Nanti Jatuh Cinta “ yang dinyanyikan oleh Armada.

Kita belajar hikayat

Yaitu tentang cerita lama

Kemudian dibuat menjadi

Cerpen yang berbentuk pentigraf

Intinya hanya tiga paragraf

Yang dibuat menjadi satu cerita

Jangan lupa

Awas jangan sampai salah

Pentigraf itu cerpen tapi hanya tiga paragraf

Namun di dalamnya sudah mencakup semua

Konflik dan penyelesaiannya

Ingat itu
 

Contoh hasil parodi siswa dapat dilihat di https://www.youtube.com/channel/UCvXj5PiYSwHFQeNlgpaCzvw

Terimakasih Sahabat Maya semuanya, semoga informasi ini bermanfaat ya.
Sahabat Maya...Ruarrrrr Biasa...
Maya Fasindah
Blog seorang guru dan alhamdulillah seorang penulis yang masih terus belajar dan belajar.

Related Posts

13 komentar

  1. Masyaa Allah.. banyak pengetahuan baru. Saya cuma tahu hikayat waktu sekolah dulu, dan belum pernah baca selain di buku teks pelajaran.

    BalasHapus
  2. Terimakasih kak, membaca memang jendela ilmu, saya suka ini tulisan kaka....

    BalasHapus
  3. Saya suka sastra lama yang berbentuk hikayat, Mbak. Waktu baca terasa sekali perbedaannya dengan dongeng-dongeng atau kisah imajinatif zaman sekarang. Pesannya pun dalam. Semoga bisa terjaga kelestariannya..

    BalasHapus
  4. waaah jadi terinspirasi saat mebaca yang tentang pentigraf mba. ini sebetulnya cocok sekali dikembangkan ya.... menantang sekali untuk bisa menulis pentigraf yang keren. thank you mba bahasannya ya.. nice post dan sangat bermanfaat

    BalasHapus
  5. Mba Opi, se-ide...aku juga ko jadi tertantang pingin coba pingin pentigraf, akias cerpen tiga paragraf. Seperti biasa harus banyak tanya dulu, nih sama bu guru Maya...

    BalasHapus
  6. Jadi kepingin buat pentigraf. Nice artikel Mbak.

    BalasHapus
  7. wah lengkap banget informasi terkait hikayat. Aku teringat waktu sekolah saat belajar tentang hikayat, gak dapat informasi selengkap ini. kereeen kak

    BalasHapus
  8. Berasa masih sekolah trus masuk guru bahasa Indonesia dan menjelaskan tentang pengertian hikayat dll.🤭tapi suka MB soalnya banyak bener yang baru aku tau terutama tentay pentigraf.

    BalasHapus
  9. Aku pernah bikin pentigraf, cuma bukan hikayat, hehe.
    Meski sering dengar hikayat, tapi nggak ngerti-ngerti banget. Penjelasan di tulisan ini sangat-sangat lengkap. Jadi tahu lebih banyak tentang hikayat :)

    BalasHapus
  10. Subhaanallaah

    Panjang bener tulisannya, kudu sempatkan baca lagi nih owe. Bagus mba tulisannya, kreatif kreatif kreatif. Owe jadi tau dgn ilmu baru

    BalasHapus
  11. ulasannya puanjang ya mbak. ditunggu contoh pentigraf hikayatnya mbak. aku penasaran. karena belum bisa bikin hikayat pentigraf. jarang menemukan buku isinya hikayat pentigraf, belum tahu malahan karena bab ini genre baru menurutku

    BalasHapus
  12. Wah ini cocok banget buat belajar, apalagi kalau ada tugas Bahasa Indonesia, pasti dah lengkap jawabannya nih. Btw, ternyata hikayat banyak sekali macamnya ya, Mbak. Jujurly baru tahu kalau sebanyak itu

    BalasHapus
  13. waah lengkap banget mba soal belajar hikayatnya, bisa aku save dan gunakan untuk pembuatan buku cerita anak tema hikayat nih, kebetulan aku lagi ngerjain project buku cerita anak

    BalasHapus

Posting Komentar