..

Dongeng Kontemporer-Luka si Pisau


Di sebuah restoran daging mewah, beberapa orang sibuk ke sana ke mari untuk mengantar pesanan para pelanggan. Di dapur, seprang koki tampak hati hati membersihkan sebuah pisau kemudian diletakkannya di piring yang sudah ada makanan lezat. Seseorang menaruhnya di talam setelah bel meja dibunyikan.

‘’Antarkan ini pada tamu VIP di sebelah sana, ya. “

Waktu berlalu. Satu per satu pelanggan meninggalkan kursi mereka. Pun, para pekerja bergegas meninggalkan tempat mencari nafkah itu setelah jarum jam menunjukkan angka 12 malam. Sesudah pintu dikunci, restoran gelap itu tiba – tiba menjadi terang. Tak lama, semua benda di sana bergerak, berbincang, dan berpindah tenpat sesuai keinginan.
Para sendok langsung menyapa kumpulan garpu. Gelas dan piring melompat kegirangan karena terpakai. Semua benda di dapur saling memberi selamat satu sama lain. ketika kompor gas berdeham, semua diam dan menunggu penghuni tertua di restoran itu untuk berbicara.

“Terima kasih atas kerja sama kalian hari ini, Teman – teman. Para piring yang selalu membersihkan diri mereka dan menjaganya agar tidak terkena kotoran untuk mempermudah pekerjaan koki, begitupun para gelas. Aku juga berterima kasih pada para kuali yang membuat diri memengaruhi masakan. Untuk para kain lap, terima kasih bersedia membersihkan dapur ini sebelum pagi agar koki bersuasana hati baik untuk memulai kerjanya. Untuk pisau….”

Beberapa pisau mengilap tiba – tiba melompat keluar dari tempatnya membuat kompor menghentikan ucapan. Para alat dapur mendengkus melihat sikap Pisau yang tidak sopan.

“Jangan memotong pembicaraan makhluk lain, apalagi yang lebih tua, kalau masih punya sopan santun,” ucap keranjang tempat buah – buahan, kesal. Alat dapur lain setuju dengan perkataan keranjang biru dan mulai berisik tentang sifat buruk Pisau pada alat di sebelah mereka.

Bukannya merasa bersalah, para pisau hanya tersenyum miring dan mulai berbicara lantang. “ Apa? Sopam santun? Apa aku masih membutuhkan sopan santun untuk menjadi alat termahal dan dipakai paling sering di antara kalian semua?“ ucap salah satu pisau diikuti anggukan pisau lain.

“Aku dan teman – temanku tidak harus berada di tempat kotor seperti kalian di bawah ini, tempat kami adalah di lemari khusus untuk menjaga kemewahan kami,” kata Pisau.

Para peralatan dapur berseru kesal atas ucapan Pisau. Kemudian terdengar suara yang membuat mereka diam dan menoleh. Sebuah pisau besar berwarna coklat kekuningan akibat karat mencoba berdiri dibantu beberapa pisau lain yang berada di sekitarnya.

“Jangan sombong hanya karena kelebihan yang kaumiliki saat ini. Dan perlu kau ingat kau bukanlah spesial, tapi hanya benda dapur yang tugasnya berbeda dengan kami,” ucap Pisau Besar dengan nada lemah.

Bukannya menganggap serius ucapan Pisau Besar, para pisau daging menertawakannya dengan angkuh. “Apakah ini sudah waktunya mendengar ceramah? Hoam! Sepertinya aku mulai ngantuk.” Lalu pisau yang lain tertawa, merasa perkataan temannya itu lucu.

Suara seseorang dari dekat pintu dapur mengagetkan mereka. Para peralatan dapur sibuk kembali ke tempat semula dengan panik, kecuali para pisau. Peralatan dapur lain saling membantu temannya untuk berhasil, tetapi para pisau hanya memedulikan diri sendiri hingga berebut melompat, kembali ke lemari khusus yang mereka banggakan. Dikarenakan tidak bekerja sama, dengan kompak, dan hanya memikirkan diri sendiri, para pisau berebut hingga salah satu pisau terdorong dan jatuh ke lantai setelah terkena meja dan berbenturan keras dengan lantai.

Koki sudah di dapur sehingga pisau tersebut terlambat menyekamtkan diri. Ia heran melihat peralatan dapur yang tidak tertata rapi seperti biasa

“Siapa yang pulang terakhir sampai tidak sempat membereskan dapur?” keluhnya. Koki memutuskan membereskan sendiri karena buru-buru. Ia kembali ke dapur karena jaketnya tertinggal. Kaki koki sepertinya menginjak sesuatu, saat mengangkatnya, ia sangat kaget karena pisau daging yang menjadi salah satu hal penting di restoran berada di bawah kakinya. Koki mengambil dan membersihkannya cepat. Saat akan memasukkan ke lemari, ia merasa ada yang lecet pada pisau tersebut. Koki mendengkus dan meletakkan Pisau di tempat sama dengan Pisau Besar Berkarat. Pisau Berkarat langsung duduk dan menanyai keadaan Pisau Daging dengan khawatir.

“Kau tidak apa-apa nak?”

Pisau Daging terkejut mendengar perhatian Pisau Besar Berkarat yang ia rendahkan tadi. Peralatan dapur lain berkumpul mengerumuni Pisau Daging.

“Apakah ada yang lecet? Sepertinya jatuhmu tadi cukup keras?” tanya Gelas kaca.

“Benar, tadi ia juga terbentur meja sebelum sampai ke lantai,” kata kain lap.

“Apa? Benarkah? Pasti menyakitkan,” ucap Garpu

“Tapi kenapa kau diletakkan di sini, bukan di lemarimu?” tanya piring, heran. Ia melihat ke atas dan Pisau Daging lain tidak menunjukkan diri bahkan saat temannya terjatuh.

“Hei, para pisau! Apa kalian tetap akan berada di sana tanpa melihat keadaan teman kalian?” teriak Piring, kesal.

Salah satu pisau menampakkan dirinya sedikit “Ia bukan lagi teman kami. Mulai saat ini ia adalah pisau biasa yang memotong segalanya.”

Para peralatan dapur terkejut mendengarnya lalu mereka menatap pisau yang kini bersanding dengan Pisau Berkarat. “Apakah itu benar?”

Pisau mengangguk sedih. “Kami tidak akan berguna lagi jika sudah lecet,” Katanya. Pisau menunjukkan mata pisaunya yang terkikis. Peralatan dapur lain merasa kasihan dan iba padanya. Apalagi ketika teman – teman yang ia banggakan tidak lagi memedulikan.

Sebagian masih berbisik – bisik tentang Pisau yang sebelumnya menjelek – jelekkan barang – barang di bawah, sebagian lagi bersimpati dan memberi nasihat.

“Kau lihat, kan? Benar yang dikatakan pak Pisau. Jangan pernah menyombongkan dirimu tentang sesuatu yang kaumiliki. Karena itu bisa hilang kapan saja. Jadilah rendah hati dan berbicara baik pada semuanya. Karena dengan begitu kau tidak akan pernah kehilangan teman seperti saat ini,” kata kompor dengan bijak. Yang lain mengangguk setuju. Pisau menunduk dan menangis. Ia merasa bersalah dan malu pada alat – alat dapur yang tadi sudah ia jahati. Ia menyesak karena sombong.

“Tapi aku tidak ada gunanya sekarang. Aku hanyalah pisau dengan luka yang tidak bisa sembuh dan kembali pada kerjaan ku semula,” ucap Pisau.

Karena tidak memotong daging, bukan berarti kau bukan pisau. Kau masih bisa memotong yang lain karena itu Koki meletakkanmu di sini,” ucap keranjang.

Setelah menenangkan Pisau, peralatan lain kembali ke tempat masing – masing karena menjelang pagi. Untuk pertama kali, Pisau digunaknan untuk memotong ikan, buah, dan sayuran.

Beberapa minggu kemudian, saat malam hari tiba, di dapur, para peralatan dapur berkumpul mendengarkan cerita Pak Pisau.

“Bagaimana pekerjaanmu sekarang? Apakah kau masih belum menerima untuk memotong yang lain kecuali daging?” tanya Pak Pisau setelah selesai bercerita.

Pisau tersenyum melihat teman – teman yang menatapnya menunggu jawaban, “Aku senang karena aku berada di sini sekarang. Kalau bukan karena kejadian itu, aku tidak akan bisa merasakan kebersamaan dan kehangatan yang kalian berikan. Dan juga, sebenarnya tidak buruk memotong yang lain selain daging. Maafkan aku, sudah berkata jahat pada kalian.”

Semua terdiam. Mengangguk, memaafkan Pisau. Lagi pula sifatnya sekarang jauh berbeda dari dulu. Jika Pisau yang dulu selalu bersikap sombong, berkata jahat, dan tak segan merendahkan makhluk lain, Pisau yang sekarang adalah peralatan dapur yang disenangi semua karena ramah, suka membantu, selalu tersenyum, dan selalu berkata baik.

Ia mengambil pelajaran dari kejadian sebelumnya. Bahwa sesuatu yang ada pada diri kita kan hilang sewaktu – waktu sehungga tidak berhak menyombongkan. Menurutnya, persahabatan adalah yang paling penting setelah semua yang ia lalui bersama Pisau lain. Juga ia sadar bahwa semua, apa pun itu, memiliki kegunaan dan khasiat masing – masing.















Maya Fasindah
Blog seorang guru dan alhamdulillah seorang penulis yang masih terus belajar dan belajar.

Related Posts

Posting Komentar