..

Cerbung-Ai De Aomi


Part 1

Semilir angin bermain-main di seputaran wajahku yang masih setengah sadar karena gulita pagi terpaksa membangunkan ragaku demi sekolah pilihan Ayah. Dengan langkah gontai, tas ransel biru menghiasi punggunggu menyemangati jiwa dan raga demi baktiku pada orangtua dan kewajiban menyelesaikan baca tulis selama 3 tahun sebelum ke ranah Universitas.

Sekolah keturunan Tiong Hoa pilihan Ayahku. Menurut Ayah, sekolah itu adalah sekolah yang paling bagus di daerah kami, kota kecil dengan ciri khas kota sagu, Selatpanjang.

Salah satu daerah penghasil kota sagu yang berhasil mengekspor bahan baku sagu sampai ke mancanegara. Disinilah kisah cintaku dimulai. Aku adalah orang yang paling anti dengan bucin.

“Perkenalkan namaku Nur Jannah biasa di panggil Jannah. Aku datang dari Pekan Baru dan siap untuk belajar disini bareng teman-teman sekalian.”

“Ha….Nur Jannah? Kamu muslim ya? Kok bisa sih sekolah disini? Disini kan enggak ada yang muslim, cina semua,” cetuk salah seorang siswa.

“Ya, aku memang muslim, hanya saja tidak berhijab menyesuaikan diri dengan sekolah ini. Apa pun agama kita yang terpenting adalah bagaimana kita belajar dan mengembangkan ilmu yang diajarkan guru nantinya, bersikap sopan, bertutur santun, yang jelas tidak menyinggung perasaan orang lain.”

“Setuju! selamat datang di sekolah kami Jannah, semoga kamu suka ya berada di sini, yang penting dari yang paling penting adalah jangan sombong! Jangan seperti itu tuh yang di sebelah Jackson, gayanya ya ampuuun …” Selena menghentikan ucapannya.

Selena, gadis penyuka purple, dari ikat rambut, tas hingga alat-alat tulis semuanya berwarna purple. Anak yang periang, tidak suka jika ada orang yang menyela pembicaraannya, harus minta izin terlebih dahulu.

“Jannah, duduk di samping saya aja kebetulan sekali saya belum ada teman. Untung saja kamu datang, saya jadi enggak duduk sendiri,” sambung Angeline.

Akhirnya aku sebangku dengan Angeline dan bersahabat dengan mereka berdua. Seminggu pun berlalu, aku heran dengan salah seorang teman sekelasku. Tan Kuang Hok atau biasa di panggil Akuang. Siswa yang sangat aktif di kelas dan terkenal pintar di kalangan sekolah itu. Tidak hanya di sekolah Akuang juga menjadi juara di berbagai lomba hingga ke tingkat provinsi. Tak heran jika banyak gadis yang menyukainya. Namun Akuang adalah sosok cowok yang dingin, seperti tidak peduli dengan sekelilingnya. Ia hanya akan berbicara jika itu penting dan terkait dengan pelajaran.

Hari ini kami belajar Bahasa Indonesia, seperti biasa Mis Maya mengajar dengan penuh semangat ditambah dengan momen yang selalu kami tunggu yaitu candaan ringan atau ice breaking istilah kerennya, selain itu kami juga suka bermain dengan kata-kata, kartu domino, parodi, dsb. Ini bukanlah perihal semata-mata mis Maya mengajar dengan penuh semangat, tetapi tentang Akuang siswa yang dingin itu, terlihat sekali bahwa ketika belajar Bahasa Indonesia Akuang tidak begitu semangat. Ia hanya mencoba mengikuti kegiatannya saja.

“Hei…kenapa kamu diam? Ngelamunin apa sih? Kamu kok lihatin Akuang terus? Naksir ya? “ tanya Selena bertubi-tubi.

“Satu persatu dong tanya nya, aku harus jawab yang mana ini.”

“Udah deh, katakan saja kalau kamu itu naksir Akuang, nih ya saya beri saran, mendingan enggak usah deh, masih banyak kok cowok lain yang lebih keren dari dia, dia tuh susah loh diajak bicara.”

“Eh, apaan sih kamu, aku tuh heran aja kok hari ini dia enggak semangat gitu.”

“Bukan enggak semangat, tapi dia tuh tidak begitu mengerti dengan pelajaran bahasa Indonesia begitu juga dengan saya dan teman-teman lain, untung saja ada Mis Maya. Sejak beliau mengajar kami, bahasa Indonesia kami jauh lebih baik dari sebelumnya. Akuang sendiri juga mengalami kemajuan, berbeda dari yang dulu.”

“Oh..memangnya Akuang semangat kalau belajar apa?”

“Belajar bahasa Inggris dan bahasa Mandarin, kamu lihat aja nanti.”

Mis Maya membuat kelompok pembelajaran mengenai penulisan artikel. Hal yang membuatku terkejut yaitu satu kelompok dengannya, si cowok dingin itu. Selena dan Angeline mengerjakan tugas mereka, sementara aku dan Akuang juga satu tim dalam pengerjaan tugas lain. masalahnya adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan cowok dingin itu.

“Tan Kuang Hok….” Seruku dengan nada lembut.”

“Ini pertama kalinya seseorang menyebut nama saya dengan lengkap,” menjawab sembari menulis

“Lihat dong siapa yang ngomong, kok di cuekin.”

“Memangnya siapa yang ngomong? Orang pentingkah? Sehingga harus saya lihat.”

“Ya Allah…ternyata benar ya kata teman-teman, kamu ini songong … ”

“Ha, songong … apa itu songong? Jangan ngomong yang enggak saya pahami ya.”

“Terserah … ”

Saat itu juga Aku permisi keluar untuk meluapkan kekesalanku padanya. Aku ke kamar mandi dan membuang air sesuka hatiku ke dalam kloset hingga air dalam bak mandi atau ember benar-benar habis.

Begitu keluar dari kamar mandi, Aku kembali ke kelas dengan rok yang setengah basah karena imbasan air yang ku buang ke kloset dengan kecepatan tanganku.





Bersambung ke bag 2



Maya Fasindah
Blog seorang guru dan alhamdulillah seorang penulis yang masih terus belajar dan belajar.

Related Posts

14 komentar

  1. Gercep banget sudah nyicil kak. Btw, aku jadi ingat sama temanku yg chinese, dia klo pelajaran bahasa inggris memang manteup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya kan Mel, emang gtu orang chinese gak suka sama bahasa Indonesia, padahal ngomong aja masih suka terbalik-balik, hihihi.

      Hapus
  2. Wahhh bagus mba.. tulisannya enak banget dibaca .

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mbak Eva, tulisan mbak juga oke. Semangat buat kita mbak.

      Hapus
  3. Asyiik, tantangannya dieksekusi dengan baik. Mau ikutan setor tantangan juga, ah ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk mbak, cus ... punya mbak pasti oke nih ceritanya.

      Hapus
  4. bagaimana kelanjutan ceritanya, penasaran dengan Jannah

    BalasHapus
  5. Wah ceritanya jadi ingat masa muda ☺️

    BalasHapus
  6. Ditunggu lanjutannya ya kakak

    BalasHapus
  7. Tulisannya keren banget kak. suka bacanya.

    BalasHapus
  8. awalnya memang membuatku penasaran

    BalasHapus

Posting Komentar